Kamis, 24 September 2015

Belajar ikhlas untuk bahagia kemudian..


Aku turut bahagia dengan pekerjaan abi yang sekarang. Walau aku tahu resiko dan tanggung jawabnya besar, namun banyak orang bilang hak yang diperoleh pun besar. Intinya sesuai begitu. Tapi entah semakin ke sini, aku memikirkan bahwa selama di pekerjaan baru ini aku lebih banyak menghabiskan waktu hanya berdua dengan Hana, putriku.
Kesedihan mulai menyelimuti kesepianku. Mungkin Hana belum merasakannya tapi aku?
Namun, aku harus memasang wajah ikhlas di depan abi agar dia tidak menyesal dan semangat dalam menempuh pekerjaanya ini. Walau tak sedikit air mata yang bercucuran, aku mesti siap menerima kenyataan ini. Kasarnya, aku seperti diselingkuhi oleh waktu dan pekerjaannya. Nyaris dalam sehari mungkin aku hanya 2-3 jam saja bercengkerama, selebihnya ia sibuk dengan notification di gadgetnya atau sibuk dengan makalah2 di notebooknya. Itupun kalau tidak ada jadwal lembur. Belum lagi dengan kegiatannya ke luar kota selama beberapa hari yang memaksaku untuk tidak bertemu dengannya. Membuat komunikasi diantara kita semakin minim. Tapi apa daya semua harus aku terima dengan lapang dada demi kariernya untukku dan anak kami.
Aku tak tahu apa yang ingin aku sampaikan padanya atas isi hati ini. Aku hanya sedang menangis 😢.........umi.