Jumat, 02 Oktober 2015

Siapa yang Salah?😓

Banyak yang salah pada perawatan Hana dari ia masih bayi. Kesalahan pada saat pemberian ASI, cara menidurkan sampai pemberian makan yang belum pada waktunya.
Saat Hana dalam kandungan, aku selalu berdoa agar aku bisa seperti ibu beruntung lainnya yang bisa menyusui. Dan doaku pun dikabulkan, di hari-hari pertama kelahiran Hana, aku bisa menyusui lewat puting "datar"ku. Namun karena aku masih kaku dengan cara menggendong Hana sambil menyusui, sehingga aku menganggapnya sulit. Dari sana, mamaku selalu mencaci bahwa aku tidak becus menggendong untuk menyusui. Akhirnya, aku putuskan untuk memompa ASIku dan menaruhnya di botol tiap kali Hana ingin minum ASI dengan jadwal yang telah diatur yakni tiap 2 jam sekali. Namun, lama kelamaan produksi ASIku menipis. Mungkin karena bawaan stress yang qu hadapi, tiap malam selama 2 bulan lamanya aku tidak pernah tidur seranjang dengan suamiku. Kenapa? Ya karena mamaku yang memintaku untuk tidur dengannya, di mana saat itu mamaku yang mengeloni Hana sedangkan aku tidur sendiri di bangku untuk bangun beberapa waktu memompa ASI. Melihat gaya mama menidurkan Hana terus terbawa usia 6 bulan ini. Sehingga anakku lebih betah tidur dengan mamaku karena setiap saat ia tidur yang ada di sampingnya adalah mamaku, bukan aku dan suamiku. Sehingga anakku pun tidak pernah mencium bau abinya selama itu, alhasil dia selalu tak betah jika digendong oleh abinya.
Memasuki usia 3 bulan tepatnya bulan Ramadhan, ASIku semakin tiada. Akhirnya, Hana pun memulai riwayat hidupnya dengan Susu Formula atau sufor. Berbagai macam pertanyaan "kenapa kok gak asi?" Pun terus berdatangan sampai ke mertuaku. Semakin stress aku dibuatnya oleh pertanyaan itu. Seperti ingin mati saja. Sampai aku kembali berpikir bahwa aku bukanlah ibu yang baik yang tidak bisa memberikan asinya. Aku ternyata bukan ibu yang beruntung.
Di bulan kedua, Hana menunjukkan sikap rewelnya tiap malam. Menurutku sama seperti bayi2 lain yang diceritakan teman2ku. Tapi bagi mama, itu tidak wajar. Maka dari situ, Hana pun diberi makan untuk pertama kalinya yakni sisiran pisang siam. Suamiku sempat melarangku menyetujui keputusan itu, aku pun sebenarnya begitu. Tapi desakan mama ditambah kakakku membuat aku seperti kalah diantara mereka yang katanya sudah pengalaman. Akhirnya aku menyembunyikan keputusan ini dari suamiku sampai di bulan keempat barulah aku mengatakan bahwa Hana akan diberi pisang siam seperti anak kakak2ku dulu. Walau masih melarang, tetapi suamiku menyetujuinya dengan berat. Aku tahu itu ketika aku menatap wajahnya, ada wajah kecewa di sana. Namun, setelah 6 bulan usia Hana, larangan itu bukan lagi penghalang. Karena Hana sudah waktunya MPASU. Sedikit nasi tim aku campurkan pada pisang yang sudah biasa dimakan Hana. Namun, entah karena bosan dengan pisang atau dia tak suka nasi sebab acapkali Hana selalu menolak bila disuapi. Apalagi klo diberi air putih, ia selalu melepehnya kembali. Setiap makanan yang ia tak suka, ia pun menyemburnya. Seperti sudah mengerti tentang rasa. Akhirnya aku beri ia bubur instan. Hana suka sekali namun kelamaan aku mengamati area bibir dan mulutnya penuh dengan jamur putih alias sariawan. Aku panik dengan keadaan ini, itulah sebabnya selama beberapa hari Hana tak mau makan, mengedot pun tak begitu semangat seperti biasanya. Sebagai ibu, jelas aku khawatir dan alhamdulillah setelah diberi obat dari bidan Hana pun sembuh. Dan kembali nafsu makan nasi tim dengan pisang, namun akan lebih sering aku minumi ia dengan air putih dan menghentikan pemberian bubur instan. Namun ini tidak berlangsung lama, setelah pisang 1 sisir habis selama seminggu dan berganti dengan pisang yang baru Hana pun kembali tak mau makan. Akhirnya, aku buatkan nasi tim wortel namun tetap tak mau makan juga. Kenapa lagi ini Ya Allah?
Aku melakukan MPASU ini sendiri dan tanpa mama, sebab mama pergi ke Jawa. Entah apa, aku rasa dia sengaja meninggalkan aku dan Hana karena merasa lelah merawat Hana yang semakin hari semakin berat dan aktif. Inilah konflik batin yang aku alami. Setelah mama melakukan hal2 yang menurut aku tak wajar, kini ia pergi begitu saja. Bagaikan makan bersama, aku yang kebagian mencuci piring kotornya. Didikan, rawatan dan pola asuh Hana sudah mengikuti jejak mamaku. Lantas, aku bisa berbuat apa untuk mengembalikannya seperti semula?
Saat itu aku tidak bisa menjadi umi yang baik untuk Hana, karena statusku sebagai Retno mesti aku hormati ibuku.....Umi Retno.